Tentang Perang Dingin

By Nayanika Eleanor - Agustus 01, 2022

Buku dapat menuliskan tentang setiap kejadian, tren, dan pemimpin utama Perang Dingin. Perang Korea, Perang Vietnam, Krisis di Suez, Krisis Misil Kuba, Harry Truman, Nikita Khrushchev menambah daftar panjang dalam topik kali ini.

Dengan banyak hal yang dapat dibahas, mudah untuk lalai pada rincian konflik selama 45 tahun yang mengubah abad kedua puluh terakhir dan berdampak besar pada hampir setiap negara.

Namun, apa sebenarnya perang dingin itu? Bagaimana awal mulanya? Kenapa bisa menyebar? Bagaimana berakhirnya? Kita akan membahas pertanyaan tersebut dalam Blinkist kali ini.

Perang dingin muncul akibat sisa-sisa Perang Dunia II

Tahun 1945, sebagian besar Eropa dan Asia hancur.

Setelah enam tahun konflik global, Perang Dunia II (PD II) akhirnya berakhir. Enam puluh juta orang meninggal. Hampir 60 juta lainnya kehilangan rumah atau terasingkan. Sebagian besar bangunan di kota-kota besar telah menjadi puing-puing, termasuk lebih dari 50 persen Tokyo, 70 persen Wina, 80 persen Manila, dan 90 persen Cologne, Dusseldorf, dan Hamburg.

Sementara itu, aturan internasional dunia juga berada dalam kekacauan. Selama 500 tahun, aturan itu didominasi oleh bangsa-bangsa Eropa Barat. Dalam sekejap mata, perang telah mengusir mereka dari tempat tinggalnya. Di tempat mereka telah ada dua musuh, kekuatan besar yang terpaut benua: Amerika Serikat dan Uni Soviet.

Tekanan dan permusuhan terjadi antara AS dan Uni Soviet sebelum dan selama PD II. Sebagai penganut kapitalisme, AS dan sekutu Eropa Baratnya memandang ideologi komunis Soviet sebagai virus yang harus dikalahkan. Untuk itu, mereka telah menghukum Uni Soviet dengan tekanan ekonomi dan isolasi diplomatik hingga hampir dua dekade sejak masuknya serikat pada 1917.

PD II membuat AS, Inggris, dan Uni Soviet bersekutu melawan musuh bersama: Nazi di Jerman. Namun, hubungan antara AS dan Uni Soviet lebih mirip pernikahan politik daripada persekutuan yang saling menguntungkan.

Kedua bangsa tersebut bahkan tidak sepakat dengan cara melakukan perang. Uni Soviet ingin AS dan Inggris mengirimkan garda depan melawan Jerman sesegera mungkin. Mendorong invasi besar-besaran Jerman dari wilayah mereka, Soviet mengurus kejamnya mesin perang Nazi, dan mereka ingin sekutunya memberikan bantuan.

Namun, AS dan Inggris malah fokus ke Afrika Utara dan Itali pada 1942 dan 1943. Ketika AS dan Inggris akhirnya menginvasi Normandy yang telah dikuasai Jerman pada 1944, Soviet sendiri yang menahan 80 persen divisi militer Nazi.

Tidak mampu memandang ketika menghadapi musuh bersama, keduanya menjadi kaku satu sama lain setelah musuh dikalahkan. Hal ini membuat munculnya kekosongan pemerintah, dunia yang hancur, dan kesepakatan sumbang untuk melanjutkan kerja sama.

AS mencari keseimbangan kekuasaan di Eurasia, cakupan pengaruh yang besar, dan kekuatan militer besar  

Apa yang terjadi pada dunia pascaperang dunia?

Ketika pemimpin AS, Inggris, dan Uni Soviet bertemu di serangkaian konferensi di akhir PD II, itu adalah pertanyaan yang mereka hadapi.

Baik Soviet dan AS setuju bahwa stabilitas internasional harus dikembalikan. Namun, bagaimana? Setiap pihak membayangkan tatanan dunia baru melalui lensa sejarah, nilai, ideologi, ketertarikan, dan tujuannya sendiri. Visi yang muncul sangatlah bersimpangan dengan tujuan masing-masing bangsa yang membuat konflik semakin berkepanjangan ketika dua negara besar mengejar impiannya masing-masing.

Jadi, untuk memahami penyebab konflik itu, Anda harus paham tempat asal dua pihak dan hal yang ingin mereka capai ketika sampai di masa pascaperang. Mari mulai dengan AS.

Ahli strategi AS mengambil tiga pelajaran penting dari PD II.

Pertama, AS harus mencegah bangsa atau sekutu bangsa lain menguasai Eurasia, terutama daerah utama Eurasia yang membentang antara Eropa dan Asia Timur. Dengan sumber daya alam melimpah, infrastruktur industri, tenaga kerja ahli, dan fasilitas militer, wilayah ini adalah hadiah penting secara ekonomi dan strategi. Itu adalah titik tumpu keberadaan kekuatan dunia.

Kekuasaan sumbu telah memegang kendali di sebagian besar wilayah itu di awal 1940-an. Untuk menghindari hal itu terjadi kembali, AS dan sekutunya harus menjaga keseimbangan kekuasaan di wilayah tersebut.

Kedua, serangan Jepang di basis angkatan laut Amerika di Pearl Harbor, Hawaii, telah menunjukkan bahwa AS tidak lagi dapat bergantung pada Samudera Pasifik dan Atlantik untuk melindunginya dari musuh luar. Kecanggihan teknologi militer telah membuat AS mudah diserang dari jarak jauh.

Dalam sudut pandang ahli strategi Amerika, cara terbaik untuk menanggulangi ancaman ini adalah memperluas bentangan pengaruhnya dengan membuat jaringan basis angkatan udara dan air Amerika di dunia. Dengan begitu, Amerika Serikat dapat menempatkan kekuatan militernya di seluruh dunia dan mencium keberadaan musuh jauh sebelum mereka berkesempatan menyerang wilayah AS.

Namun, untuk melakukan semua itu, AS harus menjagai kekuatan militer besarnya; itu adalah pelajaran ketiga yang dipelajari oleh ahli strategi Amerika, dan itulah yang akan kita pelajari selanjutnya.

AS berusaha mendukung kekuatan militer globalnya dengan hubungan ekonomi multilateran berdasarkan perdagangan bebas

Untuk menciptakan dan mempertahankan dominasi militer global setelah PD II, ahli strategi Amerika mengatakan AS harus mencapai beberapa hal dalam waktu yang sama.

Sebagai awalan, Amerika harus mempertahankan kekuatan laut dan udara yang tak terkalahkan, keberadaan pangkalan militer di Pasifik, dan supremasi langsung di belahan dunia barat. Amerika juga harus memainkan perang penting dalam kependudukan dan rekonstruksi pascaperang negara-negara sumbu - Itali, Jerman, dan Jepang - agar tidak menjadi musuh lagi. Terakhir, Amerika harus mempertahankan monopolinya di kartu terbesarnya dalam peperangannya: senjata nuklir yang pada waktu itu hanya dimiliki Amerika.

Namun, dalam visi ahli strategi Amerika yang lebih besar terkait tatanan internasional pasca perang, semua hal terkait militer hanyalah separuh dari usaha mereka.

Pemimpin politik dan ekonomi AS ingin menghilangkan batas perdagangan, investasi, dan pertukaran uang dunia sehingga barang dan uang dapat berpindah bebas di seluruh dunia. Dalam pandangan mereka, semakin perekonomian dunia terbuka, semakin makmur, damai, dan stabil pula dunia itu.

Di sini, mereka berpikir bahwa hambatan ekonomi menyebabkan permushan dan konflik antarbangsa - dengan PD II sebagai patokan utamanya. Sebaliknya, perdagangan bebas akan mendekatkan bangsa kapitalis di dunia, menciptakan jaringan hubungan ekonomi multilateral, dan membuat kapitalisme berkembang hingga bermanfaat bagi semua pihak.

Itu adalah sisi realistis visi tersebut, tetapi ada juga kepentingan pribadi di sana. Di akhir PD II, Amerika Serikat adalah bangsa kapitalis terbesar di dunia yang menghasilkan separuh produk dan layanan dunia. Semakin banyak produk dan jasa itu diperdagangkan di seluruh dunia, semakin untung pula AS. 

Ahli strategi Amerika percaya bahwa kemakmuran bersama di bawah kapitalisme akan membuat komunisme kurang menarik bagi khalayak Eropa Barat dan Asia. Akhirnya, hal ini akan mencegah ideologi komunis menyebar yang berpotensi menimbulkan kerusuhan atau bahkan revolusi yang dapat merusak kestabilan tatanan dunia ala Amerika.

Karena hal ini, ahli strategi Amerika memandang tujuan ekonomi dan militer mereka saling bersangkutan. Gabungan dari kekuatan militer yang tak tertandingi dan kesejahteraan kapitalis bersama akan menopang tatanan yang ingin dibuatnya, serta menekan hambatan atau hal yang bisa mengancamnya.

Uni Soviet melindungi diri dengan membuat Jerman lemah dan membangun wilayah pendomplang di Eropa Timur

Bahkan sebelum PD II berakhir, AS sudah mulai mengejar visi tatanan dunia pascaperang.

Di akhir 1944, Amerika mengadakan serangkaian perjanjian ekonomi dengan sekutunya pada Konferensi Bretton Woods, yang juga menjadi dasar untuk mengukuhkan Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia. Pada 1946, Kementerian Dalam Negeri AS merancang daftar panjang lokasi-lokasi "penting" bagi basis militer AS, yang juga berlokasi di Ekuador, Panama, Peru, Kuba, Kanada, Greenland, Islandia, Senegal, Liberia, Maroko, Burma, Selandia Baru, dan Fiji.

Sebagian besar kekuatan utama dunia turun sejajar dengan visi global AS - entah secara sukarela, sebagaimana sekutunya seperti Inggris dan Perancis, atau terpaksa, seperti musuh yang kalah dan terjajah, seperti Jerman dan Jepang. Hanya ada satu hambatan utama yang tersisa, Uni Soviet yang memiliki visinya sendiri.

Uni Soviet mengalami kerugian besar selama PD II. Setidaknya 25 juta warga Soviet meninggal, banyak diantaranya meninggal akibat invasi Nazi di wilayah mereka. Selama invasi itu, Nazi menduduki sembilan dan 15 Republik Soviet dan menghancurkan 1.700 kota di Soviet, 70.000 desa, 31.000 pabrik, dan jutaan hektar ladang dan sawah.
 
Duapuluh lima tahun sebelumnya, wilayah-wilayah tersebut sudah diinvasi selama PD I, ketika mereka masih bagian dari Kekaisaran Russia. Di kedua masa itu, penginvasinya adalah Jerman. Dan di kedua masa itu, rute invasi yang diambil adalah melalui Polandia.

Merujuk pada sejarah ini, ahli strategi Soviet memiliki dua tujuan utama untuk visi tatanan dunia pascaperang di Eropa. Pertama, mereka ingin membuat Jerman lemah sehingga tidak lagi bisa mengancam mereka lagi. Kedua, untuk mencegah invasi ke depannya, mereka ingin membangun wilayah pendomplang di sekitar teritori mereka, termasuk Polandia, tapi juga negara Eropa Timur yang mengelilingi Uni Soviet.

Tujuan ini akhirnya membuat Uni Soviet menggunakan atau mendukung rezim komunis di Jerman Timur, Plandia, dan sejumlah negara Eropa Timur lainnya, seperti Bulgaria, Rumania, dan Hungaria, yang menjadi "negara satelit" Soviet. Hal ini juga membuat visi tatanan pasca perang Soviet berselisih dengan visi Amerika yang menyebabkan Perang Dingin.

Ketidaksepakatan pascaperang di mana Jerman membantu menginisiasi Perang Dingin di Eropa

Apa yang harus dilakukan pada Jerman?

Di akhir PD II, itu adalah pertanyaan yang paling menjengkelkan yang harus dihadapi AS dan Uni Soviet. Itu juga merupakan pertanyaan nyata di mana kedua bangsa sudah memiliki kepentingan pribadi. AS dan sekutunya menduduki separuh bagian barat Jerman, sementara Soviet menduduki separuh lainnya.

Dalam negosiasi mendekati akhir perang, kedua pihak mencoba melakukan kesepakatan terkait cara dan apakah mereka harus menyatukan kedua belahan wilayah itu. Akhirnya, mereka sepakat untuk tidak saling bersepakat.

Ahli strategi Amerika memandang Jerman sebagai salah satu pasak visi tatanan dunia pascaperang mereka. Visi itu tergantung pada perbaikan segera ekonomi negara-negara Eropa Barat; tanpa negara-negara itu, AS akan kekurangan sekutu dengan militer dan rekan perdagangan yang kuat di benua tersebut. Ternyata, perbaikan itu membutuhkan kekuatan ekonomi Jerman yang dibangkitkan oleh AS, yang memiliki prasarana industri, tenaga kerja ahli, dan kekuatan teknologi yang dibutuhkan untuk memberdayai pertumbuhan ekonomi negara Eropa lainnya.

Namun, kemungkinan Jerman mendapatkan kekuatannya kembali secara langsung berseberangan dengan visi Soviet akan dunia pascaperang di mana seharusnya mereka tidak perlu khawatir lagi akan Jerman yang menginvasi mereka lagi.

Menurut mereka, ahli strategii Amerika khawatir bahwa jika Amerika tidak mengambil kesempatan untuk merekonstruksi negara tersebut, Jerman yang menjadi satu kembali akhirnya dapat bergerak mendukung Uni Soviet atau menyatakan diri sebagai bangsa netral. Mereka lebih memilih Jerman terpecah daripada mengambil risiko tersebut.

Menghadapi kebuntuan, AS dan Soviet memantapkan pendirian mereka dan saling bermusuhan - awalnya pada Jerman, tetapi lambat-laun ke seluruh Eropa. Antara 1946-1949, AS memperkuat hubungan ekonomi dan militernya dengan Eropa Barat dengan membuat Organisasi Traktat Atlantik Utara (NATO) dan penerapan Rencana Marshall - paket bantuan sejumlah USD13 milyar. Sementara, Soviet mengonsolidasikan kekuasaan mereka di Eropa Timur, memperketat kendali politik mereka di negara satelit Timur, mendukung kelompok komunis di Ceko, dan menekan hambatan antikomunis di Hungaria.

Di akhir 1949, Jerman Timur dan Barat terbelah, dengan pemerintah timur yang berpihak pada Soviet dan pemerintah yang memihak AS di Barat. "Kelambu Besi" pun tergantung di seluruh Eropa, membangi Timur dan Barat. Perang dingin pun telah dimulai.

Setelah gerakan komunis bangkit di seluruh wilayah Asia Tenggara menjadi wilayah Perang Dingin selanjutnya

Setelah AS dan Uni Soviet melihat yang terjadi di Eropa, kedua belah pihak melihat ketakutan terbesar mereka menjadi kenyataan.

Bagi Soviet, ancaman terbesar tampak datang dari reruntuhan Jerman Barat - ekonomi Jerman menjadi sangat kuat dan melakukan perbaikan pascaperang dengan sangat cepat serta didukung oleh Amerika dan sekutunya. Bagi Amerika, ancaman yang sama-sama nyata tampak muncul di Timur, yang terlihat seolah-olah Soviet terlihat akan sukses menguasai Eurasia.

Tujuan pascaperang kedua bangsa tampak berada dalam bahaya. Hal itu cukup menjadi alasan terjadinya konflik, tapi hanya salah satu dari dua wilayah utama di mana Perang Dingin menyebar.

Di akhir 1949, perang sipil berkepanjangan di Cina akhirnya berakhir, dengan suka-cita gerakan komunis Cina di ibukota Cina. Di akhir tahun itu, Uni Soviet dan Republik Rakyat Cina yang baru saja melakukan proklamasi adalah sekutu.

Tahun berikutnya, komunis Korea Utara yang berpihak pada Soviet menginvasi Korea Selatan yang berpihak pada AS dengan dukungan dari Cina dan Uni Soviet. Kemudian Uni Soviet dan Cina memperluas hubungan diplomasinya ke negara komunis Vietnam Utara, dan Cina mulai menyediakan peralatan militer dan pelatihan pada komunis Vietnam Utara yang menciptakan ancaman bagi rezim yang didukung Perancis dan AS di Vietnam Selatan.

Selama ini, pemberontakan komunis dan antikolonial juga menyebar ke bagian lain Asia Tenggara, yang sudah lama diduduki negara Eropa Barat, AS, dan Jepang. AS takut wilayah-wilayah itu akan jatuh ke orbit Uni Soviet dan Vina, sehingga mengirimkan bantuan ekonomi dan militer ke rezim pendukung AS di Vietnam Selatan, Burma, Thailand, Filipina, dan Indonesia. Pada 1950, AS mengirimkan militernya ke konflik berdarah di Korea, dan selama 25 berikutnya, Amerika tersedot ke perang yang lebih berdarah di Vietnam.

Rincian perkembangan ini snagat rumit dan sulit untuk dijelaskan dalam satu narasi. Tapi jika keluar dari kotak ini, Anda dapat melihat gambaran besarnya yang lebih mudah dipahami.

Perang dingin diperjuangkan di dan seluruh "Dunia Ketiga"

Apa yang membuat Asia Tenggara sangat penting bagi Uni Soviet dan AS dari 1950-an mendatang?

Pada titik ini, kedua belah pihak telah memandang satu sama lain sebagai musuh berkat yang terjadi di Eropa. Begitu konflik merebak ke Asia, setiap pihak mengikuti logika bahwa kegagalan musuh adalah keberuntungan bagi mereka.

AS ingin visi tatanan pascaperangnya menyebar ke Asia Timur, terutama Jepang yang menggantungkan perdangangannya ke Asia Tenggara. Jika sebagian besar wilayah berubah menjadi komunis dan menyejajarkan diri dengan Uni Soviet dan Cina, visi ini bisa hancur. Jepang bahkan bisa berbalik mendukung komunis.

Kedua belah pihak tahu ini, yang memotivasi salah satunya untuk mendukung komunisme dan yang lainnya untuk menekankannya di wilayah tersebut. Namun ada konteks lebih besar dari cerita ini.

Beberapa istilah sudah jarang digunakan, tetapi selama Perang Dingin, AS dan sekutunya disebut "Dunai Pertama" atau "Barat" sementara Uni Soviet dan sekutunya adalah "Dunia Kedua" atau "Timur". Bagian lain dunia, sebagian besar Afrika, Asia, dan Amerika Latin, adalah "Dunia Ketiga".

Sebelum PD II, sebagian besar Dunia Ketiga dipimpin oleh bangsa Barat sebagai koloni. Setelah perang, semakin banyak pemerintah kolonial digulingkan dan digantikan oleh bangsa merdeka. Ketika bangsa dan pergerakan baru muncul, mereka mneghadapi pertanyaan penting: Apakah merkea harus mendukung Barat atau Timur?

Tentunya, AS dan Uni Soviet memiliki pendapat biasnya sendiri terkait masalah tersebut. Selama 1950, 1960, 1970, dan 1980-an mereka memberitahukan pendapatkan itu dalam berbagai cara ekonomis, politis, militer, dan rahasia. Mereka mengirimkan pelatih, peralatan, dan dana militer bagi pergerakan dan bangsa yang ingin diracyu. Mereka merancang serangan mendadak dan pembunuhan pada yang ingin dikalahkan. Kadang mereka bahkan harus berperang melawan mereka, seperti yang dilakukan AS di Vietnam dan Soviet lakukan di Afghanistan. Hampir semua perang yang terjadi selama Perang Dingin terjadi di Dunia Ketiga.

Kemenangan konflik ini menghasilkan sumber daya ekonomi, basis militer, sekutu, dan martabat bagi masyarakat Soviet atau Amerika, tergantung siapa yang menang. Namun, orang-orang Dunia Ketigalah yang menanggung akibatnya. Sekitar 20.000.000 manusia yang meninggal selama konflik Perang Dingin, 19.800.000-nya tinggal di Dunia Ketiga.

Perang dingin berakhir di tempat dimulainya: Eropa

Untuk mempersingkat cerita yang panjang, sisa Perang Dingin lannya dilakukan sebagaimana serangkaian variasi tema yang sudah kita bahas. Di Asia Tenggara dan Dunia Ketiga pada umumnya, Uni Soviet dan AS saling mendukung secara tak langsung dengan mendukung rezim dan gerakan pro Soviet dan pro AS.

Dari 1950 hingga 1980-an, konflik mengalami pasang surut ketika tekanan meningkat dan menurun antara kedua negara adidaya itu. Kadang, konflik menjadi parah hingga membuat mereka ke jurang peperangan. Pada 1950 dan 1960-an sendiri, percikan muncul di Iran, Guatemala, Indochina, Selat Taiwan, Terusan Suez, Lebanon, Indonesia, Kuba, dan Kongo.

Kenapa bangsa Eropa tidak tercantum dalam daftar? Apa yang terjadi dengan Eropa?

Percikan awal Perang Dunia adalah Eropa, khususnya Jerman. Namun, mulai 1950-an, Jerman menjadi wilayah konflik yang paling stabil. Ada beberapa krisis yang berpusat di Berlin, tetapi di wilayah lain semuanya aman-aman saja.

Pada dasarnya, setiap pihak tidak ingin membiarkan pihak lain menguasai bagian pengaruhnya di separuh Eropa. Kedua negara adidaya dan sekutu Eropanya memiliki militer yang kuat hingga jika terjadi konflik langsung akan mengakibatkan kematian dan kerusakan besar bagi mereka berdua.

Hal itu dibuktikan setelah Soviet membuat senjata nuklir dan kedua pihak memasuki kompetisi persenjataan pada 1950 dan 1960-an. Selain menambah pasukan militer konvensional mereka secara besar-besaran, setiap pihak membuat semakin banyak misil nuklir agar tidak kalah dari yang lain.

Di akhir 1960-an, masing-masing pihak memiliki ribuan misil nuklir. Jika perang terjadi antara mereka, mereka akan saling menghancurkan, kemungkinan terburuk yang disebut sebagai Kehancuran Bersama yang Sudah Pasti.

Dengan demikian, tidak ada satu pun pihak yang ingin memunculkan konflik langsung, dan pendapat setiap pihak menginvasi yang lain di Eropa menjadi tidak terbayangkan. Pada 1980-an, pemimpin Soviet Mikhail Gorbachev memutuskan bahwa menggelontorkan sumber daya untuk membentengi Uni Soviet dari invasi yang tidak akan pernah terjadi adalah sia-sia. Pada 1988, ia menarik pasukan bersenjata Uni Soviet, mengurangi pasukan militer di Eropa Timur, dan mengendurkan cengkeramannya di wilayah tersebut.

Dalam setahun, bangsa satelitnya dulu mulai memproklamirkan kemerdekaan, dan pada 1990, Jerman bersatu. Perang Dingin selesai, dan Uni Soviet runtuh tahun berikutnya.

  • Share:

You Might Also Like

0 comments