Secara singkat, rasisme berarti kepercayaan bahwa suatu budaya lebih unggul daripada budaya lainnya. Negara adidaya yang katanya sudah terbebas dari isu rasisme kembali membuka luka setelah seorang warga kulit hitam dibunuh tanpa alasan kuat oleh seorang polisi kulit putih.
Semua orang kulit hitam kemudian beramai-ramai mengatakan bahwa itu adalah isu rasisme. Kekacauan pun tak terelakkan. Tidak perlu jauh-jauh, di Indonesia sendiri, isu rasisme masih menjadi isu yang sudah mengerak.
Masalah di Amerika sudah jelas berakar dari perbedaan warna kulit. Namun, menurutku, kasus rasisme di Indonesia tidak demikian. Pasalnya, pribumi Indonesia bukan berasal dari bangsa kulit putih walaupun besar kemungkinan bahwa orang Papua adalah keturunan kulit hitam.
Dari sini, aku menyimpulkan bahwa rasisme di Indonesia bukan karena pemikiran bahwa suatu ras yang lebih dominan daripada ras lain, melainkan karena puluhan ras di Indonesia saling tidak mengenal, selain pengaruh konspirasi yang disebarkan oleh penjajah.
Jadi begini, tahu nggak kenapa batita sering ketakutan atau menangis saat dipertemukan dengan orang lain? Semua orang akan menjawab, "Belum kenal." Di sinilah dasar berpikirku.
Aku melihat rasisme tidak terjadi pada orang-orang yang memiliki teman-teman dari berbagai ras. Hal itu menunjukkan bahwa sebenarnya rasisme adalah bentuk ketidakkenalan seseorang pada orang lain. Dalam kasus batita, rasisme mirip seperti tangisan mereka.
Mereka menangis karena sosok yang ada di hadapan sangat berbeda dengan sosok-sosok yang selama ini biasa muncul: orangtua. Jadi, ketika didekatkan pada sosok-sosok yang tidak dikenal, mereka menjauh. Ketika digendong, mereka merengek ingin kembali pada pelukan kedua orangtua.
Saya pribadi memiliki pemikiran yang kurang baik terhadap "Cina". Namun, saya bisa berteman dengan teman-teman saya yang keturunan Cina. Saya biasa saja ketika membeli sesuatu dari toko orang Cina. Dan saya juga tidak merasa terserang atau apa pun ketika bertemu orang Cina di jalan.
Dari sini saya berpikir bahwa kebencian terhadap ide bahwa orang dari ras lain itu "buruk" akan terus ada sebelum kita benar-benar bertemu dengan perwakilan dari mereka, yang baik, sampai ide "buruk" yang nampaknya merupakan produk overgeneralisasi itu diganti dengan ide bahwa orang itu memiliki sifat baik dan buruk, dan bahwa sifat baik dan buruk tidak bisa dikaitkan pada ras tertentu saja.
Saya pernah mendengar cerita dari teman saya bahwa temannya pernah meludahi seorang perempuan Cina yang sedang berjalan. Namun, baru-baru ini beredar video tentang seorang perempuan Cina di Indonesia (Cindo) yang ramai-ramai dihujat sesama Cindo karena ia menganggap guyonan seseorang yang menyebutkan merek Cina sebagai hal rasis.
Cerita tetang seorang pengguna OmeTV yang menghina fisik seorang warga Papua juga masih hangat diperbincangkan. Namun, banyak juga dari influencer media sosial dari berbagai ras yang memberikan dukungan pada influencer Papua yang menjadi korban rasisme tersebut. Mereka juga memberikan penjelasan bahwa hal tersebut adalah bentuk rasisme dan itu salah.
Terlepas dari masih banyaknya orang yang berusaha menekan, memadamkan, dan tidak melakukan tindakan rasis, orang-orang yang melakukan tindakan rasis masih ada di mana-mana. Keberadaan mereka yang tidak bisa diprediksi dan bisa di mana saja membuat masalah rasisme di Indonesia seperti hama di antara tanaman. Sulit menyembuhkannya kecuali dengan menyemprot seluruh tanaman dengan pestisida.
Masalah rasisme ini bisa selesai jika setiap orang dari masing-masing etnis mendapatkan kesempatan untuk bertemu, entah secara langsung maupun tidak. Pemerintah perlu memulainya dengan mempertemukan satu perwakilan dari masing-masing ras dalam suatu diskusi mengenai hal ini. Setelah itu, biar mereka lah yang menjelaskan pada ras mereka bagaimana orang-orang dari ras-ras lain.
Televisi juga perlu mulai sering memperkenalkan tokoh dari tiap ras dan memperkenalkan ras mereka di layar kaca, baik sebagai narasumber maupun pembawa acara. Pertukaran pelajar antardaerah juga perlu lebih sering dilakukan. Percuma jika pertukaran pelajar hanya dilakukan antarnegara agar tiap negara bisa mempelajari budaya negara lain, tetapi pelajar dalam negeri sendiri tidak paham dengan seluruh budaya yang ada di negaranya.
Dari pribadi masing-masing, seharusnya manusia memiliki kemampuan untuk berpikir bahwa setiap orang diciptakan berbeda. Fungsi dari adanya tegur sapa dan berbaur adalah untuk menyamakan perbedaan tersebut.
0 comments